Obsesi Dan Hegemoni Politik Mengatasnamakan Agama - Trimurjo Region
Jika anda ingin menjadi penulis, silahkan klik ini. Load...

Obsesi Dan Hegemoni Politik Mengatasnamakan Agama


Kekerasan yang dilakukan atas nama keimanan tidak terbatas pada satu tradisi agama saja. Brutalitas ISIS di Iraq dan Suriah, penganiayaan Muslim Rohingya oleh gerombolan biksu Ashin Wiratu di Myanmar, munculnya nasionalisme Hindu yang mengintimidasi minoritas Muslim dan Kristen di India, serta gerakan politisasi agama oleh kaum Evangelist di Amerika Serikat, adalah beberapa contoh atas pandangan itu.

Ini bisa jadi diawali oleh penggalan kisah-kisah humanisme dan pasifisme sebagai basis setiap keimanan yang terlalu pelit untuk disampaikan. Sejarah agama dan manusia yang lebih didominasi oleh peradaban ko-eksistensi kadang dengan sengaja disembunyikan oleh kepentingan politik demi terbangunnya militansi massal.

Sejak abad pertengahan, umat beragama lebih banyak digiring untuk mengakomodasi sejarah-sejarah peperangan dan kekerasan ketimbang soal kemanusiaan. Hingga akhirnya melalui agama, manusia seringkali terobsesi oleh hegemoni politik, homogenisasi, memaklumi arogansi dan menormalisasi intimidasi.

Dalam konteks Islam, ada metode induksi spiritual yang harus dibenahi sejak pada tingkatan yang paling sederhana. Sehingga diharapkan kita bisa membedakan antara penyimpangan moral secara individual dengan keluhuran ajaran agama secara mendasar. Semisal "kema'suman" para Nabi dengan arogansi manusia moderen yang keseringan dimaklumi karena dianggap keturunan Nabi. Padahal, secara manusiawi kita sejatinya bisa memilah antara sikap rendah hati dan caci maki. Kita seharusnya bisa memahami bahwa "akhlakul karimah" bisa dimiliki siapa saja tanpa harus melihat ia anak siapa.

Demikian juga kejahatan dan brutalitas, semua manusia memiliki sifat baik atau jahat yang sangat otonom. Kita percaya orang baik punya kejahatan, dan orang jahat juga punya kebaikan - hanya orang bernalar sehat yang bisa memilah; dimana sifat manusia dan apa anjuran agama. Nalar yang tumpul akan meringkusnya jadi sama; "kejahatan apapun harus dibenarkan jika dibungkus oleh jubah-jubah agama."

Teringat kalimat Mark Juergensmeyer dalam God at War; "manusia memilih beragama karena berakal, mereka yang tidak berakal akan menjadikan agama tidak masuk akal, abnormal dan brutal".

Oleh: Ust. Islah Bahrawi