Oleh:

Menurut
ensiklopedia wikipedia.org, Komunikasi memiliki pengertian
sebagai “proses sistematik bertukar informasi di antara pihak-pihak,
biasanya lewat system simbol”. Dan menurut Carl I. Hovland Komunikasi
adalah “proses mengubah perilaku
orang (Communication is the process to modify the behavior of other individuals )”. Sehingga komunikasi merupakan suatu unsur keilmuan yang dapat dipelajari dan termasuk dalam rumpun ilmu sosial terapan. Ruang lingkupnya pun cukup luas karena komunikasi tidak hanya berkutat pada komunikasi lisan (verbal) melainkan masih ada komunikasi non verbal yang mencakup jurnalisme. Dan kesemua itu dapat kita pelajari lewat Ilmu Komunikasi.
orang (Communication is the process to modify the behavior of other individuals )”. Sehingga komunikasi merupakan suatu unsur keilmuan yang dapat dipelajari dan termasuk dalam rumpun ilmu sosial terapan. Ruang lingkupnya pun cukup luas karena komunikasi tidak hanya berkutat pada komunikasi lisan (verbal) melainkan masih ada komunikasi non verbal yang mencakup jurnalisme. Dan kesemua itu dapat kita pelajari lewat Ilmu Komunikasi.
Mengingat
sejarah terkait perkembangan ilmu komunikasi, dimana suratkabar sebagai studi ilmiah mulai menarik perhatian
pada tahun 1884. studi tentang pers muncul dengan nama Zaitungskunde di
Universitas Bazel (Swiss, dan delapan tahun kemudian (1892) muncul juga di Universitas Leipzig
di Jerman. Kehadiran pengetahuan persuratkabaran ini semakin menarik perhatian
ilmuwan. Pakar sosiologi, Max Weber, pada Konggres Sosiologi (1910) mengusulkan
agar sosiologi pers dimasukkan sebagai proyek pengkajian sosiologi di samping
sosiologi organisasi. Weber pun telah meletakkan dasar-dasar ilmiah bagi
pengkajian pers sebagai studi akademik. Sepuluh tahuan kemudian pakar sosiologi
lainnya, Ferdinant Tonnies, mengkaji sifat pendapat umum dalam masyarakat
massa. Dalam hubungan antara pers dan pendapat umum itulah kemudian yang
menaikkan gengsi suratkabar menjadi ilmu dengan nama Zaitungswissenschaft
(ilmu suratkabar) pada tahun 1925. dengan demikian persuartkabaran tidak tidak
lagi dipandang sebagai keterampilan belaka (Zaitungskunde), melainkan
telah tumbuh sebagai suatu disiplin ilmu.[1]
Kajian ilmu komunikasi di tanah air dimulai dengan nama
Publisistik, dengan dibukanya jurusab Publisistik di Fakultas Sosial dan
Politik di Universitas gajah mada pada tahun 1950. Juga di Fakultas Hukum dan
Ilmu Pengetahuan Masyarakat di Universitas Indonesia pada tahun 1959. Demikian juga pada tahun 1960 di Universitas Pajajaran
Bandung dibuka Fakultas Jurnalistik dan Publisistik. Melalui proses yang
panjang lahirlah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 tahun 1982. Keppres
ini membawa penyeragaman nama disiplin ilmu ini menjadi ilmu komunikasi.[2]
Dari
paparan di atas tentu sekarang kita memiliki pandangan bagaimana komunikasi
itu. Komunikasi merupakan suatu unsur keilmuan yang dapat dipelajari dan
termasuk dalam rumpun ilmu sosial terapan. Ruang lingkupnya pun cukup luas
karena komunikasi tidak hanya berkutat pada komunikasi lisan (verbal) melainkan
masih ada komunikasi non verbal yang mencakup jurnalisme. Dan kesemua itu dapat
kita pelajari lewat Ilmu Komunikasi. Dan dapat diartikan bahwa Ilmu
Komunikasi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek-aspek Komunikasi dan
prakteknya. Sedangkan menurut Carl I. Hovland Ilmu Komunikasi adalah
Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian
informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.[3]
Melihat
pemahaman masyarakat dari respon kemajuan dunia komunikasimaupun teknologi
komunikasi, atau tidak secara subtansinya masyarakat dalam menyimpulkan sebuah
keilmuan komunikasi yang menjadi persoalan besar dalam dakwah Islam khususnya
prodi komunikasi penyiaran Islam (KPI) yang ada di akademik civitas ditengah
maraknya dunia ketiga atau digital sekarang ini. Sehingga masyarakat hanya
merasakan enaknya saja tanpa tahu
bagaimana arus perkembangan, dampak positif, dampak negatif atas komunikasi
dakwah Islam.
Pengertian
yang lain, Prodi KPI mempunyai PR besar
dalam dunia komunikasi dakwah Islam dengan seharusnya mempunyai orientasi visi,
misi, sasaran, dan tujuan yang diharapkan tidak hanya mampu memberikan output
yang sesuai dengan standar akademik yang ditentukan, tetapi juga mampu memenuhi
kualifikasi pasar kerja yang kelak akan memanfaatkan output itu. Untuk
menjawab kebutuhan pasar sekaligus dimilikinya kecakapan akademik yang
ditentukan, maka visi yang diemban oleh Prodi KPI adalah menjadi prodi
yang benar-benar mumpuni dalam skill terutama, juga kebutuhan penguatan imtaq
dan iptek bidang komunikasi dan penyiaran dalam rangka terwujudnya tenaga
dakwah Islam yang profesional ditengah maraknya media komunikasi sekarang ini.
Menurut alexis S. Dalam komunikasi massa,
komunikatornya adalah organisasi sosial yang mampu memproduksi pesan dan
mengirimkan secara serempak kesejumlah orang banyak yang terpisah. Komunikator
dalam proses komunikasi ini biasanya media massa berupa media cetak maupun
meida elektronik. Media massa tersebut adalah “organisasi sosial”, sebab
individu di dalamnya mempunyai tanggungjawab yang sudah dirumuskan seperti
dalam sebuah organisasi.[4]
Media, baik umum, alternatif maupun tradisional/nonkonvensional,
yang andal, akurat dan objektif, dapat membantu mencegah dan menyelesaikan problem
dalam dakwah Islam lewat fungsi-fungsi yang tertanam di dalamnya, yaitu
menyebarkan informasi secara bertanggungjawab sosial, meningkatkan kesadaran
dan pengetahuan, memajukan tata pemerintahan yang partisipatif dan transparan,
dan mengungkapkan keluhan-keluhan masyarakat. Dalam hal ini, efek media dalam menjawab
problem dakwah Islam dapat ditilik dari segi dampak negatif yang ditimbulkan
oleh media yang cenderung mempunyai
kepentingan propaganda, atau hanya berafiliasi pada ratting, iklan, dan hiburan,
serta dari segi dampak positif yang dapat ditimbulkan oleh media jika dilandasi
pada standar profesional yang baku, yang ditimpal dengan ketersediaan berbagai
akses terhadap informasi, sumber daya keuangan yang memadai dan kepatuhan
kepada kode etik.
Definisi yang dikemukakan oleh Bittner, dapat
memberikan arti pentingnya gatekeeper
dalam proses komunikasi disamping melibatkan unsur-unsur komunikasi sebagaimana
umumnya, ia membutuhkan peran media massa sebagai alat menyampaikan atau menyebarkan
informasi. Dan di dalam sebuah instansi media massa terdapat beberapa individu
yang bertugas mengolah informasi yang akan disampaikan atau disebarkan, dan
mereka sering disebut gatekeeper.
Jadi informasi yang diterima audience dalam komunikasi massa sebenarnya sudah
diolah oleh gatekeeper dan disesuaikan
dengan visi, misi media yang bersangkutan, khalayak sasaran yang bersangkutan,
dan orientasi bisnis, atau ideal yang menyertainya.[5]
Ditengah
maraknya politik dari instansi atau pelaku komunikator saat ini, sebagai
seorang da’i yang lahir dan tumbuh dari sebuah perguruan tinggi atau
universitas berbasis pendidikan Islam, yang harapannya sebagai generasi modern
handal baik teori maupun skill/lapangannya dalam menjawab tantangan dakwah
Islam, sehingga mampu mengembangkan ilmu-ilmu penyiaran Islam dalam mencetak
intelektual muslim yang tanggap terhadap perkembangan zaman pada tingkat lokal,
nasional dan internasional.