KETAHANAN KORUPTOR - Trimurjo Region
Jika anda ingin menjadi penulis, silahkan klik ini. Load...

KETAHANAN KORUPTOR

Jadi, kutanya sekali lagi, kau ingin menjadi penggarong uang rakyat sekaligus menjual negara ini dengan murah?
hmmmm, baiklah, baiklah. Kau bisa melaksanakan petunjuk ini dengan caramu yang khas.
Pertama, jika kau maju sebagai calon dalam pilkada, alangkah tololnya jika kamu mengandalkan tabunganmu. Itu bodoh, sangat bodoh! Gunakan jaringanmu, cari sponsor dari pengusaha! Minta saja kepada pengusaha ini dana kampanyemu, sebanyak-banyaknya. Ikat dalam perjanjian, bahwa jika kamu terpilih menjadi kepala daerah, kau bisa memberikan hak kelola tambang, monopoli tender proyek, proyek pembangunan, atau hak istimewa kelola sumber ekonomi basah di wilayahmu. Ingat, rangkul pengusaha apapun agar pundi rupiahmu semakin menggelembung.

Paham? Baiklah, tak perlu mengangguk. Sorot matamu sudah menjawabnya.
Kedua, setelah terpilih jadi pejabat nomor satu di daerah, sedot APBD-mu melalui kegiatan beneran tapi dengan mark up anggaran. Gunakan banyak LSM yang dulu pernah jadi tim suksesmu sebagai pelaksana kegiatan. Dari 100%, ambil berapa persen sebagai fee. Agar lolos dari pengawasan KPK, kau perlu membentuk tim bayangan yang berlapis dengan sistem sel. Hindari modus klasik ini: transaksi via rekening! Cash lebih baik dengan sistem mata rantai dan lokasi memakai sandi. Sandi dikirim via kurir. 
Sekali lagi, Paham? Silahkan diminum dulu kopinya, sahabatku.
Ketiga, jika ada LSM, ormas, atau personal menghembuskan sebuah isu mengenai transparansi anggaran, korupsi, atau rajin mengkritikmu, tenang saja, jangan panik. Segera kirim orangmu agar bernegosiasi apa sebenarnya keinginan para pengkritikmu. Kecuali jabatanmu, kabulkan saja keinginannya. Bungkam dengan cara lembut ini. Jika masih bersuara, piting kekritisannya dengan membidik kelemahannya: KELUARGA! Berangkatkan orangtuanya naik haji atau umrah, atau beri anaknya beasiswa dan hadiah yang ia inginkan. Lakukan ini secara kontinyu. Jika yang pengkritik ini LSM atau ormas? sama saja! Beri mereka proyek, atau kasih mobil pribadi atau operasional. Belum cukup? Kau bisa bernegosiasi dengan pimpinannya dengan menawarkan saham sekian persen di perusahaan milik pengusaha yang telah memberimu dana kampanye dan sudah kau beri monopoli di zona ekonomi tertentu.
Keempat, jika dana korupsi terkumpul, segera cari pakar money laundering. Jumlah orang yang berprofesi kayak begini sangat banyak di Jakarta: pribumi, bule, arab, atau tionghoa, semua ada. Kau akan melihat betapa canggihnya mereka menyiasati agar dana yang kau kumpulkan selama menjabat tak terendus aparat atau lembaga antikorupsi. Harap kau catat pula, bank di Swiss masih terjamin dalam kerahasiaan nasabahnya. Di sinilah kelak danamu beranak pinak. Kau bisa membayar seseorang untuk membuka akses di Swiss.
Ah, baiklah, biar kuminum secangkir cappuccino ini selagi belum dingin.
Kelima, persiapkan saudara atau istri atau anakmu atau kerabatmu yang lain sebagai suksesormu kelak. Jika sudah menjabat dua periode dan kau masih ingin menjadi penguasa, tinggal ajukan saja orang-orang di atas sebagai penggantimu dalam pilkada. Kau perlu membentuk barisan tim sukses untuk suksesormu minimal dua tahun sebelum kekuasaanmu berakhir. Tim sukses yang bergerak di zona birokrasi maupun non-birokrat. Juga bentuklah inner circle yang terdiri dari pengikutmu yang sudah teruji loyalitasnya. Sesekali kau perlu beriklan di media massa tentang "keberhasilan"mu sebagai pemimpin. Jangan mencolok dan norak, bikin saja advetorial dengan gaya jurnalistik yang elegan. Toh, rakyatmu yang bodoh belum jeli membedakan mana berita mana advetorial!
NB: jika sekali waktu kau merasa bersalah atas ulahmu, ajak seorang tokoh agama terpandang untuk pergi Umroh atau Haji bersamamu. Ya, sesekali kau bisa berpelesir ke Makkah dan Madinah, meratap di depan Ka'bah, sesenggukan di Multazam, atau menangis di Raudlah. Spiritual laundering dengan memakai hasil money laundering, terkadang perlu, sahabatku!
Salam garong!
[Koruptor Tercinta Sepanjang Masa]
Tulisan ini pernah saya posting di blog Penerbit Imtiyaz yang dikelola oleh sahabat saya, Mas Nur Hanifansyah.

Oleh: