Jerit tangisku kurang lebih 3 tahun ½ yang lalu masih jelas
teringat karena benar-benar menggores jiwaku, sering kali terngiang berulang-ulang, dan sekarang, itulah yang sedang ku rasakan. Dibalik sejarah, dengan kekuasaan dan keagungan kebesaran Tuhan atas
segala otoritasNya memaksa hati harus ikhlas seikhlas-ikhlasnya. Dibalik tengah malam yang penat karena jiwa merasa kosong dari kasih sayang dan
belaian sosok ayah pejuang kehidupan, yang semoga ditentramkan dialam sana, dengan ditemani amal sholeh atas ketaatan dan keikhlasannya dalam beribadah selama didunia. Terutama atas
kewajibannya sebagai seorang ayah, yang telah sukses membina keluarganya, dengan semangat dan kerendahan hatinya sudi memperjuangkan keluarga, saudara, dan masyarakat demi mencari kemulyaan melalui ketaatan2 terhadap agama dan sosial.
Inilah seuntai kegelisahan malam kemarin;
Seandainya ayahku masih ada, aku sebnarnya ingin mengajaknya
menuai proses dari sekian makna2 kehidupan yg indah dan berharga, aq ingin
mengajak beliau tersenyum melihat pelangi2 dan mimpi2 besar layaknya
kesejahteraan Tuhan terhadap hamba2nya, ingin sekali mengajak beliau merasakan
hangatnya langit yg sedang terbuka bersama fatwah2nya, aku sangat ingin semua itu minimal ku
ceritakan padanya......
“allohummahfirlahu
warhamhu wa afihi wa'fuanhu.” Amin!
Namun, diujung sendu gerah itu,
sedang ku tata kesiapan mental diatas segala ancaman disetiap realitas, karena inilah proses kehidupan yang kudu saya lewati, yang
wajib saya pelajari menuju kehidupan yang panjang nan abadi nanti. dan pasti
Tuhan maha bijaksana atas segala ketetapanNya. Semoga nanati bertemu
sosok itu dengan keceriaan dan kebadiaan bersamaNya. Amin :)